Senin, 17 Oktober 2011

Mereka Terpaksa Menjadi Sampah

"..... kalau saat ini kita tidak menjadi pencopet / penodong .. maka bukan berarti kita adalah makhluk yg suci, tapi karena kita masih memiliki kemungkinan lain untuk menjadi dokter,  guru, penyapu jalan / TKI ....."

Tubuh itu terkapar di tepi jalan, penuh memar & darah .. Ia sempat mengerang sebentar sebelum akhirnya jatuh terkulai .. lemah.
Mungkin ia MATI ?
Mungkin saja ... Tapi, siapa yg peduli  ???
Toh ia hanya seorang penodong yang apes di hajar massa lalu esok namanya muncul di sebuah harian
ibu kota, lalu adakah yang berduka ??
Bunda Terasa mungkin berduka, tapi kita tidak ..
karena bukankah penodong itu hanya sampah yang tidak hanya mengotori tapi juga membuat gelisah kota ?
sampah memang selayaknya di buang tapi kita sering melupakan satu hal : ada sesuatu yang membuatnya terpaksa menjadi " sampah " sesuatu yang mungkin kita sendiri tidak mengerti karena lambung kita selalu terisi ...

kepada seorang penodong yang mati rasanya memang kita tak perlu berduka / menebar bunga atau bahkan sekedar mengucap innalillahi ................. sebab sistem sosial telah mengajari kita untuk " tak memberikan air mata bagi para pencopet, juga tak ada duka bagi penodong !!! ".
seolah kita semua adalah manusia suci, seolah tubuh yang terkapar di tepi jalan itu hanya seekor tikus yang tergilas roda .

Barangkali kita memang orang - orang suci tapi tanpa rasa manusiawi bahkan ketika penodong itu mati, pers pun tak lagi merasa harus bersikap manusiawi .. lihatlah judul beritanya, betapa tidak etis dan jauh dari bermoral !!
"Seno Margono .. penodong yang sering beraksi di bus kota akhirnya mati juga !"
Padahal kalau saat ini kita tidak menjadi seorang pencopet/penodong itu bukanlah lantaran kita ini makhluk suci .. tapi karena kita masih memiliki kemungkinan lain untuk menjadi seorang dokter / apapun yang lebih baik dari mereka !!
Dan Seno si penodong, Uut si pencopet, Burno si Raja jambret hanyalah orang-orang yang tidak memiliki kesempatan / kemungkinan lain selain kriminal ..

"Jika tak ada uang disaku maka tak ada moral di otakmu," ujar seorang bijak entah siapa dari barat sana ..
Mungkin orang bijak itu keliru, sebab moralitas tak bisa di ukur dari banyaknya uang di saku tapi ia benar : Moralitas tidak akan tumbuh sumbur  dari lambung yang lapar.
Pesan-pesan moral dan kebijaksanaan hanya berlaku bagi mereka yang kenyang sebab pesan moral dan petuah bijak hanya menentramkan jiwa tapi tidak membuat perut yang lapar menjadi kenyang !!
Lalu jika suatu malam nanti penodong yang tewas tersebut bangun dari kuburnya dan bertanya kepada kita semua. : "Dalam tingkat kelaparan seperti apakah anda akan memilih sepotong roti daripada kitab suci ?"
Sudah siapkah kita menjawabnya ??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.